Agama dan Masyarakat
AGAMA DAN MASYARAKAT
A. Pengertian Agama dan Masyarakat
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip
kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama
lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan
dengan kepercayaan tersebut. Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan
penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi
bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Masyarakat sebagai terjemahan istilah society adalah sekelompok orang yang
membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian
besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok
tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab,
musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan hubungan antar entitasentitas.
Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung
satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu
sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Menurut Syaikh Taqyuddin AnNabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan
sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta
sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia
kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
I. Fungsi Agama
Fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu
dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa
kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan, dan sistem sosial yang terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta
bergaul satu dengan yang lain, setiap saat mengikuti pola-pola tertentu
berdasarkan adat tata kelakuan, bersifat kongkret terjadi di sekeliling.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan
yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi
sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa
istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan
supramanusiawi dan ukhrowi.
a) Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama
menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa
mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu
mempersatukan mereka.
b) Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia
tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam
tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan
berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua di
mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti
pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh
keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan
tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci
dan berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras,
hidup secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur,
tidak berbuat yang senonoh dan mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak
mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi. Maka perkembangan
sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
II. Dimensi Agama
Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen
agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan,
praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
a) Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang
religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti
kebenaran ajaran-ajaran agama.
b) Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu
perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut,
pertama, ritual, yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan,
perbuatan religius formal, dan perbuatan mulia. Kedua, berbakti tidak
bersifat formal dan tidak bersifat publik serta relatif spontan.
c) Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai
perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu
akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas
tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara yang
supernatural.
d) Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang
bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok
keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan
mereka.
e) Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku
perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
B. Hubungan Agama dengan Masyarakat
Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat
istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai
budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan
masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang
merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih
terjaga kelestariannya.Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan
yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu
menjalankan perintah agama dan melestarikan kebudayaannya. Selain itu
masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya,
karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga
budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan
kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan
budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena
ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh
jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang
ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat
membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya
kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam
artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala
perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak
kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin
masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya
kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah
mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di
jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis,
tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
Tipe-Tipe Kaitan Agama dalam Masyarakat:
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak
menggambarkan sebenarnya secra utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954):
1. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyrakat
menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam
masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke
dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya: Agama memasukkan
pengaruhnya yang sacral ke dalam system nilai masyarakat secra mutlak.
Dalam keadaan lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama jelas
menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat
secara keseluruhan.
2. Masyarakat praindustri yang sedang berkembang.
Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang
lebih tinggi darpada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada
system nilai dalam tiap mayarakat ini, tetapi pada saat yang sama
lingkungan yang sacral dan yang sekular itu sedikit-banyaknya masih dapat
dibedakan.
3. Masyarakat- masyarakat industri sekular
Masyarakat industri bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh
terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian
terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian
dalam hubungan kemanusiaan sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama, Salah satu akibatnya
adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris
berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan,
sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas. Watak masyarakat
sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan tanggapan
langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan
kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
Pelembagaan Agama Di Indonesia
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing,
membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan Agama di
Indonesia yang mengurusi agamanya
1. Islam: MUI
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang
mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk
membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah,
bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
2. Kristen
a. Kristen: Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI)
PGI (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25
Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di
Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang
terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya
adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
b. Katolik: Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja
Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang
persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik
Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di atas
maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah.
Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup
di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI
bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006
anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia
(35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup).
3. Hindu: Persada
Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat
Hindu Indonesia.
4. Budha: MBI
Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia.
Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499
BE tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya,
Watugong, Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika
Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika S.
Mangunkawatja.
5. Konghucu: Matakin
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah
organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia.
Organisasi ini didirikan pada tahun 1955.
SUMBER:
Comments
Post a Comment