Studi Kasus Sastra dan Seni dalam Ilmu Budaya Dasar


Sastra dan Seni dalam Ilmu Budaya Dasar


                 I.           Sastra

Sastra (Sanskerta: शास्त्र, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Teks Sastra juga tidak hanya teks yang berisikan tentang intruksi ajaran, lebih dari itu dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Hal yang perlu diketahui juga ada pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekadar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra. Karena, sastrawan adalah seorang yang menyukai nuansa puitis dan abstraknya, tidak sekadar teks.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.

                II.          Seni
Seni adalah keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, fungsinya, bentuknya, makna dari bentuknya, dan sebagainya), seperti tari, lukisan, ukiran. Seni meliputi banyak kegiatan manusia dalam menciptakan karya visual, audio, atau pertunjukan yang mengungkapkan imajinasi, gagasan, atau keperigelan teknik pembuatnya, untuk dihargai keindahannya atau kekuatan emosinya. Kegiatan-kegiatan tersebut pada umumnya berupa penciptaan karya seni, kritik seni, kajian sejarah seni dan estetika seni.

        III.         Hubungan Sastra, Seni, dan Ilmu Budaya Dasar
Masalah sastra dan seni sangat erat hubungannya dengan Ilmu Budaya Dasar, karena materi-materi yang diulas oleh Ilmu Budaya Dasar ada yang berkaitan dengan sastra dan seni. Budaya Indonesia sangat menunjukkan adanya sastra dan seni.
Hubungan antara Ilmu Budaya Dasar dengan Kesusastraan (Sastra) sangat erat atau saling berkaitan satu sama lain. Dalam kehidupan manusia baik Ilmu Budaya Dasar dan Kesusastraan (Sastra) sangat dibutuhkan dan saling mempengaruhi terutama dalam berekpresi. Dalam berekspresi manusia harus memperhatikan hal-hal yang tidak melanggar aturan atau norma, hal tersebut merupakan termasuk dalam Ilmu Budaya Dasar. Selain itu berekspresi juga merupakan dari seni, seni termasuk dalam kesusastraan (Sastra). Jadi, Hubungan Ilmu Budaya Dasar dengan Kesusastraan (Sastra) sangat erat atau saling berkaitan satu sama lain.
Selain itu hubungan antara Ilmu Budaya Dasar dengan Kesusastraan adalah sama-sama memiliki objek yang sama yaitu manusia. Sama-sama mempelajari hubungan antar manusia melalui suatu komunikasi yang beraneka ragam macamnya. Bayangkan jika manusia hidup tanpa seni, hidup tanpa bisa menyalurkan ekspresi. Maka akan mengganggu kejiwaan atau psikologis manusia.

        IV.         Studi Kasus

            A.   Pendahuluan

1.     Permasalahan/Kasus: Sastra dalam Pendidikan dan Masyarakat

Pembelajaran sastra sejak dulu sampai sekarang selalu menjadi permasalahan. Tentu saja permasalahan yang bersifat klasik tetapi hangat atau up to date. Umumnya yang selalu dikambinghitamkan adalah guru yang tidak menguasai sastra, murid-murid yang tidak apresiatif dan buku-buku penunjang yang tidak tersedia di sekolah. Padahal, pembelajaran sastra tidak perlu dipermasalahkan jika seorang guru memiliki strategi atau kiat-kiat yang dapat dijadikan sebagai alternatif.
Karya sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia pendidikan dan pengajaran. Sebab itu sangat keliru bila dunia pendidikan selalu menganggap bidang eksakta lebih utama, lebih penting dibandingkan dengan ilmu sosial atau ilmu-ilmu humaniora. Masyarakat memandang bahwa karya sastra hanyalah khayalan pengarang yang penuh kebohongan sehingga timbul klasifikasi dan diskriminasi. Padahal karya sastra memiliki pesona tersendiri bila kita mau membacanya. Karya sastra dapat membukakan mata pembaca untuk mengetahui realitas sosial, politik dan budaya dalam bingkai moral dan estetika.
Dari dulu sampai sekarang karya sastra tidak pernah pudar dan mati. Dalam kenyataan karya sastra dapat dipakai untuk mengembangkan wawasan berpikir bangsa. Karya sastra dapat memberikan pencerahan pada masyarakat modern. ketangguhan yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan. Di satu pihak, melalui karya sastra, masyarakat dapat menyadari masalah-masalah penting dalam diri mereka dan menyadari bahwa merekalah yang bertanggung jawab terhadap perubahan diri mereka sendiri.

2.     Teori Sastra

Secara umum, yang dimaksudkan dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati. Teori berisi konsep atau uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari sudut pandang tertentu. Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya atau dibantah kesahihannya pada objek atau gejala yang diamati tersebut.
Menurut Rene Wellek dan Austin (1993: 37-46) dalam wilayah sastra perlu terlebih dahulu ditarik perbedaan antara sastra di satu pihak dengan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra di pihak lain. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif. Sedangkan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, kriteria yang dapat diacu dan dijadikan titik tolak dalam telaah di bidang sastra. Sedangkan studi terhadap karya konkret disebut kritik sastra dan sejarah sastra. Ketiganya berkaitan erat sekali. Tidak mungkin kita menyusun teori sastra tanpa kritik sastra dan teori sastra, kritik sastra tanpa teori sastra dan sejarah sastra (Wellek & Warren, 1993: 39). Jan van Luxemburg dkk. (1986) menggunakan istilah ilmu sastra dengan pengertian yang mirip dengan pandangan Wellek & Warren mengenai teori sastra.
Menurut mereka, ilmu sastra adalah ilmu yang mempelajari teks-teks sastra secara sistematis sesuai dengan fungsinya di dalam masyarakat. Tugas ilmu sastra adalah meneliti dan merumuskan sastra secara umum dan sistematis. Teori sastra merumuskan kaidah-kaidah dan konvensi-konvensi kesusastraan umum.

a.     TEORI PSIKOANALISIS
Teori ini menganggap bahwa karya sastra selalu membahas peristiwa kehidupan manusia. Manusia yang memiliki perilaku yang beragam dipengaruhi oleh kondisi psikologis seseorang yang akan mempengaruhi kehidupannya. Secara langsung karya sastra adalah produk dari jiwa dan pemikiran pengarang yang berada dalam kondisi setengah sadar. Para pakar psikologis yang terkenal dalam pendekatan teori ini adalah Jung, Adler, Freud, dan Brill memberikan banyak kontribusinya terhadap teori ini.
Teori ini biasanya terbagi dalam tiga aspek yaitu Id, Ego dan Superego. Id adalah naluri makhluk hidup dalam rangka mempertahankan eksistensinya di muka bumi. Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab dalam menangani sebuah realitas (memuaskan keinginan Id dengan cara yang realitas). Superego adalah pengendali Id dan Ego yang berasal bukan dari diri sendiri melainkan penyerapan standar aturan dan pranata dari pendidikan orang tua dan lingkungan sekitar.

      b.     TEORI STRUKTURAL
Teori ini tidak memperlakukan karya sastra sebagai objek kajiannya karena yang menjadi kajiannya adalah sistem sastra itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari hubungan berbagai unsur dalam teks sastra sehingga unsur-unsur tersebut berkaitan satu sama lain dalam keseluruhan yang utuh. Teori ini dapat dideskripsikan terpisah dari pengarang ataupun realitas sosial.

      c.     TEORI FEMINISME
Teori ini adalah cerminan realitas sosial patriarki. Berawal dari gejolak para perempuan yang tertindas oleh sistem sosial patriarki, teori feminisme ini tidak berdiri di dalam satu aliran. Feminisme terdiri atas beberapa aliran seperti aliran liberalis, marxis, sosialis, eksistensialis, psikoanalitik, radikal, postmodern, dll. Tokoh-tokoh terkemuka dalam teori ini adalah Helena Cixous, Virginia Wolf, dan Kate Millet.
Dengan adanya teori ini, semakin banyak bermunculan sastrawati bahkan para wanita yang telah membuat karya sastra dengan menggunakan nama laki-laki mulai berani menunjukan siapa jati diri sebenarnya.

           B.   Analisis dan Referensi

             Subjek dan Objek

Sastra dapat memperhalus jiwa dan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk berpikir dan berbuat demi pengembangan dirinya dan masyarakat serta mendorong munculnya kepedulian, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sastra mendorong orang untuk menerapkan moral yang baik dan luhur dalam kehidupan dan menyadarkan manusia akan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan memiliki kepribadian yang luhur.
Selain melestarikan nilai-nilai peradaban bangsa juga mendorong penciptaan masyarakat modern yang beradab (masyarakat madani) dan memanusiakan manusia dan dapat memperkenalkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, melatih kecerdasan emosional, dan mempertajam penalaran seseorang.
Sastra tidak hanya melembutkan hati tapi juga menumbuhkan rasa cinta kasih kita kepada sesama dan kepada sang pencipta. Dengan sastra manusia dapat mengungkapkan perasaan terhadap sesuatu jauh lebih indah dan mempesona. Seperti ungkapan perasaan cinta Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau sering pula disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi dalam bentuk syair yang begitu mempesona:

Cinta

Karena cinta duri menjadi mawar
Karena cinta cuka menjelma anggur segar
Karena cinta pentungan jadi mahkota penawar
Karena cinta kemalangan menjelma keberuntungan
Karena cinta rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar
Karena cinta tumpukan debu kelihatan sebagai taman
Karena cinta api yang berkobar-kobar jadi cahaya yang menyenangkan
Karena cinta Setan berubah menjadi Bidadari
Karena cinta batu yang keras menjadi lembut bagai mentega
Karena cinta duka menjadi riang gembira
Karena cinta hantu berubah jadi malaikat
Karena cinta singa tak menakutkan seperti tikus
Karena cinta sakit jadi sehat
Karena cinta amarah berubah menjadi keramah-tamahan

Sebuah perasaan dilukiskan kedalam karya sastra, karya hati ataupun jiwa menjadi jauh beretika dan berestetika dalam menyampaikan sesuatu hal kepada orang lain. Namun, yang perlu diketahui oleh kita bahwa bahwa materi pengajaran sastra dalam dunia pendidikan mempunyai pengaruh yang besar bagi siswa, sastra dapat meningkatkan kepekaan siswa terhadap fakta yang ada di dalam masyarakat, menghaluskan perasaan siswa dan membentuk kepribadian serta budi pekerti luhur. "Siapa yang belajar sastra, maka akan halus hatinya (pekertinya)" (kata Ibnu Qayyim al-Jauzizah).
Belajar sastra bisa dijadikan pijakan untuk mengkaji kehidupan, Di dalamnya termuat nilai-nilai akhlak, moral, filsafat, budaya, politik, sosial dan pendidikan. "sastra juga berguna dalam meningkatkan kepekaan rasa dan memberikan hiburan. Bukan bagi dunia pendidikan namun masyarakat secara umum keberadaan sastra tidak kalah pentingnya. "Ajarkan sastra kepada anak-anakmu agar mereka berani" (pesan Sayidinah Umar Bin Khathatab). Dengan alasan ini juga mengapa para pemimpin perang biasa melantunkan syair di hadapan prajuritnya sebelum berhadapan dengan musuhnya. Simak untaian syair Hindun binti Utbah ketika memberikan semangat pada tentaranya dalam perang Uhud.

Jika kalian maju terus, kami peluk
Dan, kami siapkan kasur empuk
Jika kalian mundur, kami akan berpisah
Perpisahan yang tidak mengenal ramah

Simak lagi syair Abdullah bin Rawahah. Ketika keraguan sempat menyelimutinya dalam perang Mu'tah, ia pun berseru dengan untaian syairnya.

Wahai jiwa, engaku harus turun ke medan
Benci ataupun susah
Biarkan orang-orang berteriak
Mengapa engkau kulihat membenci surga

Seperti dalam puisi atau sajak-sajak Chairil Anwar, sastrawan kelahiran Medan, 26 Juli 1922, yang mencerita sebuah keberanian seorang pahlawan pada zaman kemerdekaan.

Maju

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
Maju
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang

[Chairil Anwar, Februari 1943]

          C.   Solusi

Ada beberapa hal yang harus dilakukan agar minat siswa dan masyarakat terhadap sastra bangkit. Pertama, perbaikan kurikulum bahasa Indonesia yang memuat kajian sastra secara proporsional sesuai dengan tingkat dan jenjang pendidikan. Hal tersebut termasuk salah satu tugas pemerintah dan lembaga-lembaga sekolah. Kurikulum yang "mengesampingkan" atau cenderung banyak mengajarkan sastra secara teori saja, mesti di perbaiki. Termasuk dalam hal ini adalah tenaga pengajar. Para guru yang mengajar tidak mengajarkan secara instan kepada murid-muridnya. Melainkan harus menguasai sastra dan berada di garda terdepan dalam memberikan apresiasi pada siswa.
Kedua, kampanye secara terprogram dan terus menerus terhadap pentingnya pendidikan sastra bagi peserta didik. Meningkatkan promosi karya sastra kepada masyarakat dan mengadakan kegiatan-kegiatan sastra dengan melibatkan masyarakat luas untuk memperkenalkan kepada mereka tantang dunia sastra. Untuk itu, media massa harus dapat memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk bekreasi.
Ketiga, penyediaan sarana yang cukup dan menarik. Hal tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah karena mahalnya harga buku dan susahnya mendapatkan karya-karya sastra.
Dengan demikian, tidak mengherankan di awal-awal kemerdekaan, negeri pancasila ini melahirkan penulis-penulis, sartawan produktif dan imajinatif. 
Namun sayang tradisi baik tersebut, tidak ada kelanjutannya sejak mulai memasuki era tahun 50-an. pemerintah yang disibukkan dengan memajukan program-program eksakta. Jadi membaca buku dianggap tidak penting. Ini yang menyebabkan kita tertinggal dalam dunia sastra.
Karenanya, semangat membaca harus dilestarikan dan dipupuk sedini mungkin. Dimulai dari keluarga. Untuk bisa menjadi penikmat sastra. Minimal ada tiga hal yang perlu digarisbawahi dan dilakukan oleh kita yaitu pertama, membaca. Kedua, membaca dan ketiga membaca.


SUMBER:


Comments

Popular posts from this blog

Manusia Dan Penderitaan